"Udep Beusaree Mate Beusadjan Sikrek Gafan Saboh Keureunda" (Hidup Bersama, mati bersama dengan selembar kain kafan dalam satu keranda. Achehnese

Thursday, September 29, 2005

Revolusi Acheh Dalam Kebimbangan

Che Guevara pernah mengatakan “Revolusi hanya membutuhkan orang-orang yang mau mengorbankan dirinya demi revolusi itu sendiri” saya ga ingat betul kata-katanya tapi substansinya seperti diatas. Saya dulu tidak terlalu percaya dengan hal ini. Akan tatpi pada akhirnya saya mengalami juga. Selama beberapa tahun kami melakukan aksi perlawanan demokratik terhadap penindasan pemerintahan Indonesia di Acheh sendirian. Hanya sedikit sekali dari masyarakat Acheh Bandung yang mau berpartisipasi dalam perjuangan ini. Tidak usah berbicara dukungan dana, bahkan kawan kami Muhammad MTA yang ditangkap bahkan tidak dapat simpati dari warga Acheh bandung. Bahkan setelah itu kami kemudian harus sedikit berdebat dengan orangtua dari Keluarga Masyarakat Acheh Bandung (KAMABA) karena mereka melarang kami melakukan kegiatan politik di Asrama Mahasiswa Acheh Teuku Umar di jalan cicendo no.9.
Tapi setelah kemenangan mulai menampakkan dirinya ditengah cahaya matahari, semua orang mulai membicarakan masa depan Acheh, semua orang tiba-tiba menganggap aktivis-aktivis GAM adalah saudara. Berbeda sekali dengan sebelumnya. Memang benar yang Che Guevara katakana, revolusi hanya butuh orang-orang yang mau. Karena ketika revolusi mulai menemukan kemenangannya, semuanya akan mendukung cita-cita revolusi.
Aku sempat tertawa membaca sms dari salah satu orang tua Acheh di bandung yang ditujukan pada kawanku, begini kira-kira smsnya “dirumah ada kolak, silahkan datang kalau berminat” sebenarnya aku jijik mencium bau oportunisme seperti ini, akan tetapi ini adalah hal lumrah yang terjadi dimana saja dan kapan saja. Aku selalu senang dengan mereka yang banyak kerja dan sedikit berbicara. Aku senang terhadap mereka yang mau berkorban tanpa pamrih. Disinilah sebenarnya tahap ujian yang paling berat bagi seorang yang menyebut dirinya pejuang. Lupa daratan adalah hal yang paling berbahaya yang pernah terjadi bagi seorang pejuang.
Banyak kasus ketika dahulu aktivis-aktivis mahasiswa yang lupa daratan ketika mereka meraih kemenangan melawan Soekarno, kemudian masuk dalam ruang lingkup politik praktis. Akhirnya alih-alih mereka “berjuang” justru mereka terjebak dengan kesenangan dan segala fasilitas yang ditawarkan oleh penguasa baru. Aku melihat ada beberapa kawan-kawanku yang “hampir” terkena penyakit lupa daratan. Kecewa ya! akan tetapi ini adalah resiko, seperti kukatakan hal seperti ini adalah resiko terberat dari sebuah perjuangan. Sejarah akan mencatat mereka yang benar-benar murni dalam perjuangan dan yang terjebak oleh noda perjuangan.
Tak ada yang menyanggah bahwa Che Guevara adalah pejuang sejati padahal jauh sebelumnya ia tidak pernah tampil di media massa. Bahkan fotonya yang sangat popular tersebut diambil ketika ia sedang mengunjungi pemakaman seorang kawan. Foto tersebut kemudian menjadi terkenal setelah ia meninggal. Apakah aku akan terjebak dengan semua ini? Aku belum tahu mungkin, ya mungkin tidak. Tapi apakah mungkin aku harus menjijiki diriku sendiri? Aku pikir 2000 kali sebelum menjebakkan diriku didalamnya. Sebenarnya semuanya berpulang pada satu pertanyaan mau atau tidak. Saat ini aku pilih jawaban Tidak! Untuk itu.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home