"Udep Beusaree Mate Beusadjan Sikrek Gafan Saboh Keureunda" (Hidup Bersama, mati bersama dengan selembar kain kafan dalam satu keranda. Achehnese

Saturday, September 17, 2005

My Best Friend Wedding

Finally, tomorrow on Sunday 18 September 2005 my best brother that I ever had Ikli, could celebrate his wedding ceremonial tomorrow with his fiancée kak Nani.

Setelah selama 6 Tahun lebih mereka Pacaran. Hubungan bang Ikli dan Nani memang agak unik. Mereka pacaran tanpa ada kata nembak. Bahkan Nani sempat mutusin ikli waktu di Asrama. Sempat kuledek, makanya jangan monogamy, jadi punya cadangan. Tapi Ikli berhasil meyakinkan Nani untuk tetap menjaga hubungan mereka. Besoknya mereka udah balik lagi. Btw Nani itu memang cantik, betul-betul cantik. Langsing, putih tinggi, modis plus pakek jilbab pula. Kalau liat difoto kaya sudah berumur dan ternyata aslinya jauh lebih muda dan cantik.

Awalnya pernikahan mereka direncanakan bulan Juli, tapi tertunda terus. Setelah kutanyakan ternyata masalahnya adalah pesta. Dana yang direncanakan untuk pesta masih terhutang gimana bilangnya, dana pesta pernikahan itu ada, akan tetapi masih tertahan dalam bentuk hutang, ada relasi papa kak Nani yang berhutang dengan poapa Nani dan ternyata belum terbayar sampai beberapa waktu. Sayang sekali menunda karena gengsi calon mertuanya yang ngotot untuk membuat pesta pernikahan yang mewah, Padahal bagi Ikli dan Nani pesta tidaklah penting, apalagi yang mewah. Namun biasalah orang kaya, selalu seperti itu. Semuanya harus serba mewah semua harus simbolis yang kadang seringkali melupakan substansi dari yang sesuatu yang akan mereka lakukan.

Ikli adalah seorang sosialis pemikiran aku dan dia sama mengenai ini. Jadi bagi aku dan Ikli segala sesuatu memiliki tanggung jawab social. Bayangkan ketika kita melakukan sesuatu yang menggunakan dana besar akan tetapi ternyata di sekitar kita masih ada yang berkekurangan, etis ga seh?

Memang ga ada yang larang seseorang menghabiskan dana besar untuk berbagai hal. kami sempat berdebat keras mengenai substansi yang naik hajinya seorang muslim dengan melupakan lingkungan sekitarnya. Awalnya Ikli ga setuju dengan pendapatku. Dengan mengatakan persoalan tersebut tidak akan selesai dengan tidak naik hajinya seseorang muslim. ku katakan, apa niat seseorang naik haji, umroh atau apalah itu? Mendapat ridho Allah dan pahala khan?

Kalau seseorang yang tidak berpuasa bisa mendapatkan pahala puasa dengan memberi makan orang puasa apalagi orang yang mau naik haji akan tetapi menyisihkan uangnya untuk memberi makan orang miskin? Tiga puluh juta rupiah lebih ongkos naik haji (ONH) per individu bukanlah dana yang kecil dan tidak berarti. dana sebesar itu sangat berarti bagi mereka yang masih berkutat dengan perihal kontradisksi dasar masalah perut. Bayangkan dari tiga puluh juta tersebut, kalau kita memberi modal sebesar tiga juta rupiah kepada mereka yang membutuhkan sudah banyak kemunkaran, kemaksiatan dan kemurtadan yang kita cegah terjadi pada 10 orang miskin. Belum lagi kalau kita bagi 30 juta tersebut dalam bentuk beasiswa pendidikan, berapa anak orang miskin yang selamat dari putus pendidikan?
Dampaknya secara nasional cukup signifikan paling minimal adalah berkurangnya pengangguran dan dengan berkurangnya pengangguran berarti berkurangnya resiko tindak criminal. Dengan berkurangnya resiko tindak criminal maka makin berkurang kerugian-kerugian dari dampak kriminalitas yang akan menimpa masyarakat, dunia usaha serta sektor pariwisata. Dengan kondisi yang Negara yang aman maka investor asing pun akan dengan mudah menanam modalnya. Lihat besar bukan efeknya?

Lagipula secara ekonomi, dana haji itu menimbulkan deficit kok, dimana setiap tahun milyaran dana masuk ke Arab Saudi yang memang sudah kaya sementara pihak lain yang diuntungkan sekali lagi para kapitalis seperti pemilik hotel, biro perjalanan dan Kaum-kaum birokrat yang mengkorupsi dana haji setiap tahun. Yang sekali lagi memang sudah kaya. Bayangkan berapa besar dana yang bisa dihemat bila pemerintah minimal untuk satu tahun melakukan peniadaan pengiriman Haji?

Akan tetapi karena tujuan seorang muslim naik haji sudah bias, bercampur antara ibadah dan menaikkan gengsi. Jelas hanya orang kaya yang mampu naik haji atau umroh. Ikli membantah, itu individunya bukan sistem agama yang salah, kukatakan aku ga menyalahkan sistem dalam agama Islam sendiri, karena aku mempersoalkan ketimpangan sosial yang terjadi. Sebagian kecil orang menikmati ibadah dan tidur di hotel yang mewah sementara sebagian besar orang masih harus menahan lapar. Apakah hanya orang kaya juga yang nantinya masuk surga? Silahkan naik haji ketika memang seseorang sudah menghilangkan rasa lapar tetangganya, silahkan naik haji ketika seseorang memang sudah membantu persoalan ekonomi masyarakat di lingkungannya. Lagipula bagi mayoritas orang Indonesia “gelar” haji adalah gelar yang paling mudah didapat dalam tempo singkat.

Waktu itu Ikli diam tidak menyatakan kesetujuan atau ketidak setujuannya. Akan tetapi aku mengetahuinya kalau ia setuju ketika ia tidak setuju dengan Fikri kawannya akan pergi Umroh dengan mengatakan argument yang kukatakan.

Balik lagi ke pernikahan, yah seperti itupun pesta pernikahan, ngapain kita maksa pesta ketika dana yang ada tidak mencukupi? Melakukan penundaan terhadap pemenuhan kontradiksi dasar seseorang adalah sebuah kejahatan. Sebuah kejahatan pula ketika kita asyik berpesta sementara ada orang yang menyaksikan kita berpesta dengan menahan lapar. Aku ga tau bagaimana pesta mereka besok, yang jelas aku sangat bersyukur akhirnya Ikli bisa menikah dengan perempuan yang dicintainya. yang penting aku juga bisa terlibat dalam hal penyebaran undangan di Bandung. Aku hanya bisa memberi doa yang sama pada kawan-kawanku yang menikah semoga pernikahan semakin memotivasi semangat perjuanganmu dan bukan menjadi penghalang. semoga melahirkan generasi penerus yang revolusoner.

Bagaimana pernikahanku nanti? Ga tau impian aku mengenai pernikahan sudah kukubur dalam-dalam setelah sesuatu yang suci dikotori dengan kebohongan berlumur pengkhianatan. Kadang nyesal juga tiga tahun waktu hidupku kuhabiskan dengan pembohong yang masih juga aku sayang sampe saat ini. Akan tetapi ada waktu dimana aku selalu terbayang menikah yang sederhana, akan, tapi aku sadar belum tentu perempuan yang aku nikahi mau nikah tanpa pesta atau dengan pesta yang sederhana, bagiku simple yang penting bisa menghadirkan tamu sebanyak mungkin itu sudah cukup. Yang pasti pernikahanku harus menggunakan adat Acheh disertai dengan tari Leukok Pulo di Negeri Acheh kalau bisa dengan Inong Acheh dan dihadiri dan direstui oleh Wali Nanggroe Teungku Hasan Muhammad di Tiro, (semoga dia hidup selamanya) Aku sempat bergurau dengan Astri kawanku waktu antar undangan pernikahan ikli ke rumah seorang dokter “nantilah kalau aku nikah, kukirim tiket pesawat untuk ke Acheh. Tapi jangan lupa kau buat paspor dulu karena masuk Acheh beberapa tahun lagi harus pakai paspor” hehehe3x

PS: Semangat yah malam pertamanya jangan sampe loyo, itu akan dikenang seumur hidup bung! Selamat menikmati duren =p.